Kamis, 20 Oktober 2016

CERPEN LUCU

TANTANGAN GILA


“Andi, Dian, Rio…..” panggil Leo.
“Ada apa Leo. Kok kayaknya loe serius banget. Ada hal penting yang mau loe omongin sama kita?” Tanya Dian.
“Yupz, bener. Gue punya sesuatu yang special buat loe semua.” Jawab Leo.
“Sesuatu yang special?” Apaan thu Leo?” Tanya Rio penasaran.
“Tadaaaa…” Leo menunjukkan 4 lembar tiket.
“Tiket apaan thu Leo?” tanyaku.
“Ini tiket ke Jepang.” Jawab Leo.
“Buat siapa Leo?” Tanya Rio yang makin penasaran.
“Gini loh. Nie kan ada 4 lembar tiket, yang 1 buat gue dan sisanya buat loe bertiga.” Jawab Leo.
“Haaahhh…yang bener loe.” Aku, Dian dan Rio mengatakannya secara bersamaan sambil mulut menganga.
“Iya beneran. Gue serius loh. Bukan Cuma tiket nie aja, gue bakal ngasih sarana dan prasarana secara gratis. Jadi loe bertiga cuma bawa badan aja deh.” Kata Leo.
“Asyiiiikkkkk, kita bakalan keluar negeri. Gue jadi gag sabaran nie.” Kata Dian.
“Gue juga nie.” Timpal Rio.
“Eitsss, tunggu dulu. Kalo loe mau tiket ini loe harus terima tantangan dari gue.” Kata Leo.
“Tantangan? Jadi ada tantangannya juga.” Kataku.
“Ya iyalah.” Kata Leo.
“Masa pake tantangan segala sih Leo. Pelit amat loe sama kita bertiga.” Kata Rio dengan raut wajah kecewa.
“Kalo loe nggak mau tantangan dari gue juga nggak papa kok. Gue bisa cari orang lain yang mau terima tantangan dari gue.” Kata Leo.
“Jangan gitu dong Leo. Kita kan best friend. Kalo gitu gue mau deh terima tantangan dari loe.” Kata Dian.
“Kalo loe berdua gimana? Mau gag?” Tanya Leo.
Aku dan Rio saling berhadapan lalu saling mengangguk.
“Emangnya tantangannya apa sih Leo?” tanyaku.
“Kalo soal tantangannya sih gue belum dapet ide, tapi kalo gue udah dapet idenya gue pasti langsung kasih tahu sama loe semua.” Jawab Leo.
“Oh,  yaudah deh. Tapi tantangannya jangan yang susah-susah ya Leo.” Pinta Rio.
“Kalo soal itu sih urusan gue dong.” Jawab Leo sambil pergi meninggalkan kami.
Tak heran jika Leo mau memberikan kami tiket itu. Karena Leo merupakan anak orang kaya. Ayahnya adalah seorang wirausaha yang terkenal. Meskipun anak orang kaya, dia rendah hati dan tidak sombong. Dia adalah sahabatku dan juga sahabat Rio dan Dian. Kami berempat bersahabat.
Kriiiiinggggg…..!
Bel pertanda masuk telah berbunyi. Kami pun masuk kedalam kelas dan mulai belajar. Aku terus memikirkan tentang tantangan yang akan diberikan Leo. Apakah tantangannya? Kita lihat saja nanti.
Sepulang sekolah, Leo mengajak kami ke kantin untuk membicarakan tentang tantangan itu. Kami duduk dan Rio langsung memulai percakapan.
“Apaan tantangannya Leo?” Tanya Rio yang tidak sabaran.
“Sabar sedikit dong.” Jawab Leo.
“Nie dia tantangannya. Dengerin gue dulu baik-baik baru deh loe boleh komen. Kalian bertiga harus pergi ke sekolah dengan mengenakan rok.” Tambah Leo.
“Whaaattttt…..!” teriak mereka setengah kaget.
“Loe gila ya Leo. Masa tantangannya kayak gitu sih, emangnya nggak ada tantangan yang laen apa.” Kataku setengah kesal.
“Iya nih. Masa kita disuruh pake rok sih. Kan malu, mau ditaruh dimana muka kami.” Balas Dian.
“Tau nie si Leo. Masa cowok cakep plus keren kayak kami bertiga pake rok sih. Gak cool dong.” Timpal Rio.
“Ya udah gue gag maksa loe bertiga kok. Kan udah gue bilang kalo loe nggak mau juga nggak papa kok.” Kata Leo.
Aku, Rio dan Dian saling memandang dan menelan ludah dengan berat. Kami berdiskusi lalu memutuskan untuk menerima tantangan dari Leo. Leo mengatakan bahwa tantangannya dimulai besok hari. Demi tiket ke Jepang plus sarana dan prasarana gratis, mau tidak mau mereka harus pergi kesekolah dengan memakai rok.
Keesokkan harinya, seperti biasa Leo pergi kerumah temannya satu persatu untuk menjemput mereka dan pergi kesekolah dengan mobilnya. Leo yang melihat teman-temannya memakai rok, tertawa terbahak-bahak. Dia tidak tahan menahan tawanya ketika melihat 3 temannya yang rela melakukan itu demi tiket ke Jepang.
Mobil yang dikendarai Leo pun sampai ke sekolah. Leo memarkirkan mobilnya ke tempat parkir dan keluar dari mobilnya. Aku, Rio dan Dian masih tetap berada di dalam mobil karena merasa malu. Namun demi tiket ke Jepang plus sarana dan prasarana yang gratis kami pun keluar dari mobil. Saat keluar dari mobil terdengar sorakkan dari teman-teman seisi sekolah melihat kami. Kami berjalan dengan tertunduk malu dan kami tidak menghiraukan sorakkan dari teman-teman. Kami langsung berlari masuk ke kelas. Sampai di kelas, teman-temanpun menyoraki mereka dengan sangat kuat. Wajah kami sudah sangat merah menahan malu.
Kriiiinggggg….!
Bel pertanda masuk sudah berbunyi. Bu Sri masuk ke kelas dan sangat terkejut melihat aku, Dian dan Rio. Dia memanggil kami dan menyuruh kami untuk menghadap kepala sekolah. Sesampainya di ruang kepala sekolah, kami dimarahi habis-habisan dan  kami dihukum.
Pulang sekolah, Leo memberi selamat kepada kami karena telah menjalankan tantangan yang telah diberikan olehnya. Kami sangat senang sekali. Leo memberikan 3 tiket itu kepada kami. Tapi sebelum tiket itu jatuh ke tangan kami, tiba-tiba angin yang kencang menerbangkan 3 lembar tiket yang ada di ditangan Leo. Kami berusaha mengejar tiket itu dengan sekuat tenaga namun tiket itu malah jatuh ke parit besar yang tidak berada jauh dari tempat itu.
Aku, Rio dan Dian hanya terpelongo melihat kejadian itu. Semua usaha yang telah kami lakukan jadi sia-sia saja. Kami lalu menangis sekuat-kuatnya karena tak bisa menerima kenyataan. Leo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah 3 orang temannya itu.

Ini contoh cerpen lucu. Sorry kalo garing :)

CONTOH CERPEN LUCU

WANITA BERAMBUT PANJANG YANG MISTERIUS


Nama Pemain :
Kazuya Hasukawa
Mitsuru Ikeda
Shinobu Tezuka
Hasumi Misaki

Whoaaaaa! Pagi yang cerah! Musim panas akhirnya datang juga. Aku bangkit dari tempat tidurku dan bergegas mandi. Aku tidak sabar pergi ke sekolah dan bertemu dengan sahabat-sahabatku. Namaku Kazuya Hasukawa, umurku 17 tahun dan aku sekolah di SMA Swasta Okinawa. Sekolah swasta pria yang cukup terkenal di Jepang. Selesai mandi aku memakai pakaian sekolahku yang sudah disetrika rapi dan berkemas. Setelah semuanya selesain, aku bercermin ingin melihat apakah masih ada yang kurang rapi. “Tidak ada! Jawabku pelan”.
Aku mengambil tasku dan turun kebawah untuk sarapan. Sesampai dimeja makan aku melihat disana sudah ada ayah, kakak dan ibuku. Ayahku bekerja di perusahaan mobil, kakakku kuliah di Ryokuto University, sedangkan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga. Aku menyapa mereka dengan senyuman hangat, mereka membalasnya dengan senyuman hangat pula kecuali kakakku. Dia langsung memukul kepalaku dan menjewer telingaku sambil menjulurkan lidahnya. Lalu aku membalas dengan menjambak rambutnya yang terurai panjang. Itu sudah jadi kebiasaan kami setiap pagi, kami saling menjahili. Apalagi kakakku, tiada hari tanpa menggangguku dan membuatku jengkel. Namun, dibalik sifatnya itu dia sangat menyayangiku. Pernah suatu ketika aku sakit, dia rela tidak masuk kuliah demi merawatku. Padahal aku cuma demam biasa. Itulah dia.
Jam dinding menunjukkan pukul 06.30. aku mengambil tasku dan bergegas pergi ke sekolah. Seperti biasa, kakakku mengantarku ke sekolah dengan mobilnya. Sesampainya di sekolah aku langsung masuk ke gerbang dan disana aku bertemu dengan 3 sahabatku yang sudah menungguku. Mereka adalah Mitsuru Ikeda, Shinobu Tezuka dan Hasumi Misaki.
“Apa kabar kalian semua di musim panas ini?” sapaku.
“Baik-baik aja kok.” Jawab Shinobu. Sementara yang lainnya hanya tersenyum.
“Kriiiiingggg…..”
Bel sekolah telah berbunyi. Kami bergegas masuk ke kelas. Sampai dikelas, kami langsung duduk. Aku duduk di pinggir sebelah kanan kelas, Mitsuru duduk disamping kiriku sementara Shinobu dan Hasumi duduk di belakangku.
Terdengar suara langkah kaki seseorang dan orang itu adalah bu guru Tachiyama. Dia adalah guru matematika paling killer disekolah. Seperti biasa tak ada sapaan darinya, dia langsung menjelaskan materinya. Semua terlihat serius mendengarkan penjelasannya, kecuali aku. Entah kenapa, tiba-tiba aku tidak bersemangat untuk belajar. Kupalingkan wajahku kearah luar jendela. Tempat dudukku bersebelahan dengan jendela yang menghadap ke taman kota. Ya, sekolahku dengan taman kota dibilang cukup dekat. Dari sini aku dapat melihat dengan jelas orang-orang yang berada di taman. Jadi jika aku merasa bosan atau tidak semangat belajar, aku akan melihat keluar jendela. Itulah alasan mengapa aku memilih tempat itu.
Pandanganku tak tentu arah, tapi suatu ketika pandanganku tertuju kepada seseorang yang sedang duduk dibangku taman kota itu. Tak jelas wajahnya karena dia duduk membelakangi pandanganku. Meskipun tak terlihat wajahnya yang menarik perhatianku adalah rambut hitam panjangnya yang terurai. “Cantik sekali.” Bisikku.
Aku sangat terpesona dengan keindahan rambutnya sehingga aku tidak sadar kalau bu Tachiyama sudah berdiri di sebelahku.
“Tuan Hasukawa!” bentaknya sambil memukul mejaku.
Aku langsung tersadar dari lamunanku dan melihat bu Tachiyama yang berdiri disebelahku sedang melihatku dengan tatapan tajam. Aku tertunduk takut melihat dia seperti itu.
“Apa yang kamu lihat Hasukawa?” Tanyanya.
“T..tidak ada Bu. Dari tadi saya melihat dan mendengar penjelasan dari ibu kok.” Jawabku pelan.
“Kalau kamu memang mendengar penjelasanku, jawablah soal yang sudah saya tuliskan di papan tulis.” Katanya sambil memberiku spidol yang ada ditangannya.
Aku mengambil spidol dari tangannya dan bangkit dari tempat dudukku. Lalu aku berjalan ke depan menuju papan tulis. Aku melihat soal yang diberikan Bu Tachiyama dan benar-benar tidak tahu jawabannya.
“Jika kamu memperhatikan dan mendengarkan penjelasanku, kamu pasti bisa mengerjakan soal itu.” Katanya.
Aku terdiam dan tertunduk. Tak tahu harus melakukan apa. Bu Tachiyama berjalan kearahku. Dia mengambil spidol dari tanganku dan terus menatapku dengan tatapan tajam.
“Keluar!” bentaknya.” Kamu tidak boleh mengikuti kelasku hari ini.”
Aku menuruti perintahnya. Aku berjalan keluar kelas dengan kepala tertunduk. Tak ada yang berani menyorakiku, karena jika mereka melakukannya, mereka akan mendapat hukuman juga. 

DI LUAR KELAS

Aku menghela nafas panjang berharap pelajaran Bu Tachiyama segera usai sehingga dia bisa masuk kelas lagi. Namun tiba-tiba pikirannya kembali kepada wanita berambut panjang yang berada di taman  kota. Ingin sekali dia menyapanya dan menjadikan wanita itu sebagai pacarnya. Sepanjang waktu yang aku pikirkan hanyalah wanita itu.
“Kriiiiingggg…..”
Bel sekolah berbunyi, pertanda pelajaran Bu Tachiyama telah usai. Bel itu sekaligus menyadarkanku dari lamunanku. Kulihat Bu Tachiyama keluar dari kelas dan menyuruhku untuk masuk ke kelas. Tak lupa dia menasihatiku agar tidak melamun sewaktu pelajaran sedang berlangsung. Aku mengiyakan nasihatnya dan langsung masuk kelas.
Aku duduk dan lagi-lagi menghela nafas panjang. Teman-temanku menghampiriku dan langsung menanyakan kenapa aku melamun pada saat jam pelajaran.
“Kamu kenapa Kazuya? Gag biasanya kamu melamun pada saat jam pelajaran.” tanya Hasumi.
“Iya. Kamu punya masalah ya Kazuya? Cerita dong.” timpal Mitsuru.
“Aku gag punya masalah apa-apa kok.” Jawabku.
“Trus apa yang buat kamu melamun kayak tadi?” Tanya Shinobu.
“Oke aku bakalan cerita. Yang bikin aku melamun itu.”
Aku menunjukkan jari telunjukku kearah taman kota tepatnya arah wanita itu.
“Kamu naksir cewek itu?” Tanya Mitsuru.
“Ya begitulah.” Jawabku.
“Namanya siapa? Trus anak mana?”Tanya Shinobu
“Jangankan namanya, wajahnya aja aku nggak tahu kayak mana.” Jawabku.
“Whaaaatttttt!” Mereka bertiga kaget sambil melotot.
“Gimana ceritanya, kamu nggak tahu wajahnya tapi udah jatuh cinta. Aneh banget.” Kata Hasumi.
“Memang agak aneh sih. Tapi dari rambutnya aku yakin kalo dia pasti cantik.” Kataku.
“Kazuya…Kazuya. Meskipun rambutnya cantik belum tentu wajahnya juga cantik.” Kata Mitsuru.
“Bener tu.” Timpal Shinobu.
“Terserah deh kalian mau bilang apa yang penting aku lagi jatuh cinta sama cewek itu.” Kataku senyum-senyum sambil memandang wanita itu.
Namun senyumku hilang ketika aku melihat seorang pria menghampiri wanita itu dan mengajaknya pergi. Hatiku rasanya hancur dan jantungku serasa mau copot. Aku…aku…aku patah hati. Sahabatku yang melihat kejadian itu merasa sedih juga. Mitsuru memukul pundakku dan sambil berkata “sabar ya”, sementara yang lain mencoba menghiburku.
“Sudahlah Kazuya, jangan bersedih dulu. Kitakan belum tahu itu siapanya dia. Mungkin aja itu abang, adik, sepupu atau teman dia dan bukan pacarnya.” Hibur Shinobu.
“Iya. Yang dikatakan Shinobu ada benarnya.” Kata Hasumi membenarkan perkataan Shinobu.
Aku berpikir mungkin yang dikatakan Shinobu ada benarnya juga. Aku menghela nafas panjang dan menegarkan hatiku yang baru saja hancur. Tak lupa pula kuberi senyuman di wajahku menandakan aku baik-baik saja dan agar membuat sahabatku tidak mengkhawatirkanku.
“Kriiiinggggg….”
Bel pertanda pulang telah berbunyi. Aku bangkit dari kursiku dengan tidak semangat. Mitsuru mengajak kami ke rumahnya untuk bermain-main, tapi aku menolaknya. Dia tidak menanyakan alasannya karena tanpa kuberi tahu dia pasti sudah tahu. Aku memutuskan untuk pulang sendiri, tapi sahabatku tidak mengizinkan karena mereka takut terjadi apa-apa padaku. Namun aku meyakinkan pada mereka bahwa aku akan baik-baik saja. Meskipun begitu mereka tetap mencegahku untuk pulang sendiri.
Mitsuru mengantarku sampai ke rumah dengan sepeda motornya. Setelah itu dia langsung pamit dan tidak ingin menggangguku. Aku masuk kerumah langsung menuju kamarku. Aku mengunci pintu dan tanpa berganti pakaian aku merebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Wanita itu selalu ada dalam pikiranku. Aku mencoba melupakannya namun sangat sulit untuk dilakukan. Aku juga penasaran bagaimana bentuk rupanya. Aku memutuskan jika kau bertemu dengannya lagi aku akan menyapanya.
Keesokkan harinya aku pergi kesekolah dan berharap bisa bertemu dengan wanita itu lagi. Seperti biasa saat aku masuk gerbang sekolah, sudah ada 3 orang sahabatku yang selalu menungguku. Kami berjalan bersama sambil bercerita satu sama lain. Aku menceritakan kepada sahabatku kalau aku akan menyapanya jika aku bertemu dengannya lagi. Mereka sangat mendukungku dan akan membantuku. Aku sangat senang karena mereka akan membantuku.
“Kriiiiingggg…”
Bel sekolah pertanda masuk telah berbunyi. Kami masuk ke kelas dan duduk di tempat masing-masih. Aku menoleh kearah taman kota dan berharap menemukan wanita itu, namun sayang aku tidak menemukannya. Waktu terus berjalan, tapi wanita itu tak kunjung datang. Apakah aku tidak akan bertemu dengannya lagi, bisik batinku.
Harapanku pupus karena dia tak kunjung kulihat. Tapi harapan itu bangkit lagi ketika aku melihat wanita itu berjalan menuju kursi yang ia duduki kemarin. Aku mencoba melihat wajahnya dari samping namun sayang, wajahnya tertutup oleh rambutnya yang panjang. Meskipun begitu aku tidak kecewa karena aku akan menyapanya. Lagi pula dia datang tepat 10 menit sebelum aku pulang. Aku tak sabar menanti bel berbunyi.
“Kriiiingggg…”
Belnya sudah berbunyi. Aku bergegas menyusun buku dan memasukkannya ke dalam tas. Sahabatku yang melihat tingkah anehku itu hanya tersenyum. Mereka maklum akan kejadian itu. Aku dan sahabatku keluar sekolah dan berjalan menuju taman kota. Sesampai disana kami melihatnya. Ya wanita itu. Wanita idamanku, wanita yang selalu ada dalam pikiranku. Kami belum tahu bentuk rupanya karena kami melihatnya dari belakang. Yang kami lihat hanyalah rambut hitam panjangnya yang terurai indah.
Aku takut menyapanya. Namun Mitsuru, Shinobu dan Hasumi menyemangatiku dan meyakinkanku. Aku hilangkan rasa takutku dan menumbuhkan rasa percaya diriku untuk menyapanya. Karena jika aku tidak melakukannya maka aku akan menyesal seumur hidupku.
Aku berjalan kearahnya. Dan tanpa kusadari aku sudah berada tepat dibelakangnya. Aku melihat sahabatku yang tak jauh dariku. Mereka terlihat sangat senang karena aku telah berani untuk mendekatinya. Aku menghela nafas panjang sebelum melakukan percakapan.
“Hei, kamu mempunyai rambut hitam panjang yang sangat indah.” Kataku.
Dia hanya diam dan tak menggubris perkataanku. Aku merasa mungkin aku kurang sopan karena memujinya padahal aku belum mengenalnya. Kuberanikan diriku untuk berbicara lagi.
“Maaf aku mengganggumu. Sebenarnya tujuanku datang kesini hanya ingin berkenalan denganmu. Namaku Kazuya Hasukawa, kamu bisa memanggilku dengan nama Kazuya.” Kataku lagi.
Dia tetap tidak menjawab. Namun dia berdiri dan hendak menoleh bermaksud untuk melihatku. Jantungku berdetak dengan kencang dan aku tidak bisa menahan rasa penasaranku. Aku terus berpikir tentang bentuk wajahnya. Saat yang kunantikan, dia menoleh wajahnya dan……
Deg……
Aku merasakan kakiku tidak sanggup lagi untuk berdiri. Aku jatuh dan tak sadarkan diri. Namun aku masih bisa mendengar dan melihat sahabatku yang lari kearahku meski dengan samar-samar. Mereka memanggil-manggil namaku dan menggoyang-goyangkan tubuhku. Suara mereka dan tubuh mereka mulai menghilang dan kini aku yakin bahwa aku benar-benar pingsan. Aku sangat menyesal telah mengejar-ngejar wanita itu karena orang yang kukejar selama ini bukanlah seorang wanita melainkan seorang waria.


THE END


 TANTANGAN GILA



“Andi, Dian, Rio…..” panggil Leo.
“Ada apa Leo. Kok kayaknya loe serius banget. Ada hal penting yang mau loe omongin sama kita?” Tanya Dian.
“Yupz, bener. Gue punya sesuatu yang special buat loe semua.” Jawab Leo.
“Sesuatu yang special?” Apaan thu Leo?” Tanya Rio penasaran.
“Tadaaaa…” Leo menunjukkan 4 lembar tiket.
“Tiket apaan thu Leo?” tanyaku.
“Ini tiket ke Jepang.” Jawab Leo.
“Buat siapa Leo?” Tanya Rio yang makin penasaran.
“Gini loh. Nie kan ada 4 lembar tiket, yang 1 buat gue dan sisanya buat loe bertiga.” Jawab Leo.
“Haaahhh…yang bener loe.” Aku, Dian dan Rio mengatakannya secara bersamaan sambil mulut menganga.
“Iya beneran. Gue serius loh. Bukan Cuma tiket nie aja, gue bakal ngasih sarana dan prasarana secara gratis. Jadi loe bertiga cuma bawa badan aja deh.” Kata Leo.
“Asyiiiikkkkk, kita bakalan keluar negeri. Gue jadi gag sabaran nie.” Kata Dian.
“Gue juga nie.” Timpal Rio.
“Eitsss, tunggu dulu. Kalo loe mau tiket ini loe harus terima tantangan dari gue.” Kata Leo.
“Tantangan? Jadi ada tantangannya juga.” Kataku.
“Ya iyalah.” Kata Leo.
“Masa pake tantangan segala sih Leo. Pelit amat loe sama kita bertiga.” Kata Rio dengan raut wajah kecewa.
“Kalo loe nggak mau tantangan dari gue juga nggak papa kok. Gue bisa cari orang lain yang mau terima tantangan dari gue.” Kata Leo.
“Jangan gitu dong Leo. Kita kan best friend. Kalo gitu gue mau deh terima tantangan dari loe.” Kata Dian.
“Kalo loe berdua gimana? Mau gag?” Tanya Leo.
Aku dan Rio saling berhadapan lalu saling mengangguk.
“Emangnya tantangannya apa sih Leo?” tanyaku.
“Kalo soal tantangannya sih gue belum dapet ide, tapi kalo gue udah dapet idenya gue pasti langsung kasih tahu sama loe semua.” Jawab Leo.
“Oh,  yaudah deh. Tapi tantangannya jangan yang susah-susah ya Leo.” Pinta Rio.
“Kalo soal itu sih urusan gue dong.” Jawab Leo sambil pergi meninggalkan kami.
Tak heran jika Leo mau memberikan kami tiket itu. Karena Leo merupakan anak orang kaya. Ayahnya adalah seorang wirausaha yang terkenal. Meskipun anak orang kaya, dia rendah hati dan tidak sombong. Dia adalah sahabatku dan juga sahabat Rio dan Dian. Kami berempat bersahabat.
Kriiiiinggggg…..!
Bel pertanda masuk telah berbunyi. Kami pun masuk kedalam kelas dan mulai belajar. Aku terus memikirkan tentang tantangan yang akan diberikan Leo. Apakah tantangannya? Kita lihat saja nanti.
Sepulang sekolah, Leo mengajak kami ke kantin untuk membicarakan tentang tantangan itu. Kami duduk dan Rio langsung memulai percakapan.
“Apaan tantangannya Leo?” Tanya Rio yang tidak sabaran.
“Sabar sedikit dong.” Jawab Leo.
“Nie dia tantangannya. Dengerin gue dulu baik-baik baru deh loe boleh komen. Kalian bertiga harus pergi ke sekolah dengan mengenakan rok.” Tambah Leo.
“Whaaattttt…..!” teriak mereka setengah kaget.
“Loe gila ya Leo. Masa tantangannya kayak gitu sih, emangnya nggak ada tantangan yang laen apa.” Kataku setengah kesal.
“Iya nih. Masa kita disuruh pake rok sih. Kan malu, mau ditaruh dimana muka kami.” Balas Dian.
“Tau nie si Leo. Masa cowok cakep plus keren kayak kami bertiga pake rok sih. Gak cool dong.” Timpal Rio.
“Ya udah gue gag maksa loe bertiga kok. Kan udah gue bilang kalo loe nggak mau juga nggak papa kok.” Kata Leo.
Aku, Rio dan Dian saling memandang dan menelan ludah dengan berat. Kami berdiskusi lalu memutuskan untuk menerima tantangan dari Leo. Leo mengatakan bahwa tantangannya dimulai besok hari. Demi tiket ke Jepang plus sarana dan prasarana gratis, mau tidak mau mereka harus pergi kesekolah dengan memakai rok.
Keesokkan harinya, seperti biasa Leo pergi kerumah temannya satu persatu untuk menjemput mereka dan pergi kesekolah dengan mobilnya. Leo yang melihat teman-temannya memakai rok, tertawa terbahak-bahak. Dia tidak tahan menahan tawanya ketika melihat 3 temannya yang rela melakukan itu demi tiket ke Jepang.
Mobil yang dikendarai Leo pun sampai ke sekolah. Leo memarkirkan mobilnya ke tempat parkir dan keluar dari mobilnya. Aku, Rio dan Dian masih tetap berada di dalam mobil karena merasa malu. Namun demi tiket ke Jepang plus sarana dan prasarana yang gratis kami pun keluar dari mobil. Saat keluar dari mobil terdengar sorakkan dari teman-teman seisi sekolah melihat kami. Kami berjalan dengan tertunduk malu dan kami tidak menghiraukan sorakkan dari teman-teman. Kami langsung berlari masuk ke kelas. Sampai di kelas, teman-temanpun menyoraki mereka dengan sangat kuat. Wajah kami sudah sangat merah menahan malu.
Kriiiinggggg….!
Bel pertanda masuk sudah berbunyi. Bu Sri masuk ke kelas dan sangat terkejut melihat aku, Dian dan Rio. Dia memanggil kami dan menyuruh kami untuk menghadap kepala sekolah. Sesampainya di ruang kepala sekolah, kami dimarahi habis-habisan dan  kami dihukum.
Pulang sekolah, Leo memberi selamat kepada kami karena telah menjalankan tantangan yang telah diberikan olehnya. Kami sangat senang sekali. Leo memberikan 3 tiket itu kepada kami. Tapi sebelum tiket itu jatuh ke tangan kami, tiba-tiba angin yang kencang menerbangkan 3 lembar tiket yang ada di ditangan Leo. Kami berusaha mengejar tiket itu dengan sekuat tenaga namun tiket itu malah jatuh ke parit besar yang tidak berada jauh dari tempat itu.
Aku, Rio dan Dian hanya terpelongo melihat kejadian itu. Semua usaha yang telah kami lakukan jadi sia-sia saja. Kami lalu menangis sekuat-kuatnya karena tak bisa menerima kenyataan. Leo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah 3 orang temannya itu